Pembahasan
     Evolusi  Bintang
 
  Bintang merupakan benda langit yang dapat memancarkan cahaya sendiri. Lalu yang dimaksud evolusi bintang adalah perubahan perlahan-lahan sejak suatu bintang terjadi sampai menjadi bintang yang stabil, kemudian memasuki deret utama dalam waktu yang lama, kemudian menjadi bintang raksasa merah, lalu mengalami keadaan degenerasi, seterusnya melontarkan sebagaian masanya bagian luar dan membentuk masa kecil dengan kerapatan yang besar. Sampai menjadi bintang neutron dan black hole melalui beberapa tahapan.
 
     Sumber  Energi Bintang
 
  Di pertengahan abad ke-19, Lord Kelvin dan Hermann von Helmholtz, dengan menggunakan teori konservasi energi mempostulatkan bahwa energi yang dihasilkan Matahari berasal dari pengerutan gravitasi. Proses pengerutan mengubah energi gravitasi menjadi energi panas dan meningkatkan suhu di inti Matahari.  
  Perkembangan fisika kuantum, menelurkan teori baru akan pembangkitan energi di dalam bintang. Adalah Sir Arthur Eddington pada 1920 yang mengemukakannya untuk pertama kali, melibatkan dua proton yang bergabung untuk membentuk satu inti helium dikuti dengan pelepasan energi. Pada 1939, Hans Bethe mengemukakan mekanisme daur proton-proton untuk pembangkitan energi di dalam bintang sekelas matahari, melengkapi teori mekanisme daur karbon-nitrogen-oksigen yang dikemukakan sebelumnya pada 1938 oleh Carl Friedrich von Weizsäcker.
  
  Gbr 1. Reaksi terbentuknya bintang
  Ketika Eddington mengungkapkan usulannya untuk pertama kali, didapati bahwa tekanan dan temperatur Matahari tidak cukup tinggi untuk melangsungkan pembakaran fusi hidrogen. Bethe melihat bahwa efek terowong dalam fisika kuantum dapat mengatasi masalah ini, sehingga reaksi fusi dapat terjadi dalam lingkungan dengan temperatur dan tekanan yang tidak terlalu tinggi. Daur proton-proton yang diusulkan oleh Hans Bethe adalah reaksi fusi yang tidak terlalu peka terhadap suhu dan berlangsung dengan lambat. Daur ini juga yang membuat bintang-bintang sekelas matahari dan yang lebih kecil dapat berumur jauh lebih panjang.
  Di lain pihak, daur karbon-nitrogen-oksigen berlangsung pada temperatur dan tekanan yang tinggi yaitu saat energi kinetik mampu mengatasi penghalang gaya Coulomb. Daur karbon-nitrogen-oksigen berlangsung dengan laju cepat, sehingga sekali bintang memiliki cukup tekanan dan temperatur, daur ini akan lebih dominan ketimbang rantai proton-proton. Dengan daur CNO, terjadi semacam siklus melingkar, semakin tinggi temperatur, semakin cepat reaksi berlangsung, dan semakin cepat reaksi berlangsung, semakin tinggi temperatur. Daur ini yang dominan terjadi pada bintang-bintang yang lebih masif daripada matahari.
  Perbedaan mekanisme fusi nuklir di dalam bintang ini akan membuat perbedaan struktur bintang antara yang bermassa lebih kecil dari matahari dan yang lebih besar.
  Bintang yang temperatur pusatnya dua kali lebih tinggi daripada matahari menghasilkan energi dari daur karbon seribu kali lebih besar daripada matahari, sedangkan energi dari reaksi proton-proton hanya sekitar lima kali lebih besar. Bintang di deret utama bagian atas mempunyai temperatur pusat lebih tinggi daripada yang di deret utama bagian bawah. Jadi untuk bintang deret utama bagian atas pembangkitan energi terutama berasal dari reaksi daur karbon, sedangkan di bagian bawah (seperti matahari) terutama dari reaksi proton-proton. Tak ada batas tajam untuk deret utama bagian atas dan bagian bawah, batasnya berkisar antara massa 2,5 dan 1,5 Mʘ.
  Pembangkitan energi pada bintang-bintang sekelas matahari atau yang lebih kecil, terutama ditempuh melalui mekanisme rantai proton-proton yang tidak terlalu peka terhadap suhu. Hal ini menyebabkan temperatur pada lapisan-lapisan di bagian inti tidak terlalu jauh berbeda sehingga konveksi tidak terjadi. Energi di bagian inti diangkut keluar dengan cara radiasi.
  Sebaliknya di bagian luar bintang, temperatur cukup rendah sehingga mengijinkan atom hidrogen berada dalam keadaan netral. Pada satu titik di dalam bintang antara inti dan permukaan, foton-foton berenergi tinggi dalam panjang gelombang ultra violet yang diradiasikan dari inti kemudian diserap oleh hidrogen-hidrogen netral untuk mengionisasi diri, sehingga seolah-olah lapisan ini menjadi tidak tembus cahaya ultra violet. Dari titik ini penghantaran dengan cara radiasi berhenti dan energi kemudian diangkut secara konveksi.
  
  Gbr 2. Struktur lapisan matahari.
 
  Jadi untuk bintang-bintang sekelas matahari atau yang lebih kecil, lapisan radiasi dominan di bagian inti sementara lapisan konveksi dominan di bagian luar.
  Struktur bintang yang lebih masif dari matahari
  
  Gbr 3. Perbandingan massa bintang
 
  Pada bintang-bintang bermassa lebih besar daripada matahari, reaksi CNO yang sangat peka pada temperatur membuat gradien temperatur di inti sangat besar. Semakin dalam kita masuk ke lapisan-lapisan di bagian inti maka semakin tinggi temperatur, sehingga semakin cepat reaksi berlangsung. Semakin cepat reaksi berlangsung, berakibat pada semakin tingginya temperatur, begitu seterusnya, sehingga perbedaan temperatur antar lapisan di bagian inti menjadi begitu besar yang membuat pengangkutan energi di pusat diangkut dengan cara konveksi. Tempat terjadinya konveksi ini di sebut pusat konveksi. Karena laju raksi yang cepat ini, hidrogen di pusat bintang akan habis dalam waktu yang relatif singkat. Tetapi akibat adanya aliran konveksi, bagian pusat akan diisi kembali oleh hidrogen bagian luar yang reaksinya lebih lambat, sedang materi di pusat akan terbawa keluar. Pengadukan yang berlangsung terus menerus ini menyebabkan komposisi kimia di dalam pusat konveksi seragam. Dengan begitu hidrogen akan habis secara serentak dalam seluruh pusat konveksi itu.
  Energi yang begitu besar yang dibangkitkan dari reaksi CNO membuat bagian luar bintang juga memiliki temperatur yang tinggi sehingga hampir semua atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Hal ini menyebabkan foton-foton ultra violet tidak menemui ’halangan’ dan lolos begitu saja, sehingga penghantaran energi dengan cara radiasi lebih dominan di bagian kulit bintang.
  Jadi untuk bintang-bintang yang lebih masif daripada matahari, lapisan radiasi dominan di bagian kulit/luar sementara lapisan konveksi dominan di bagian inti.
  Akibat reaksi pembakaran hidrogen, jumlah helium di pusat bintang bertambah. Timbunana helium di pusat bintang ini disebut pusat helium. Terjadi pengerutan gravitasi secara perlahan pada pusat helium itu. Energi yang dibangkitkan akibat pengerutan itu kecil sekali hingga gradien temperatur di situ kecil. Dengan kata lain pusat helium ini bersifat isoterm (suhunya sama di semua tempat). Schonberg dan Chandrasekhar mendapatkan bila massa pusat helium ini mencapai 10 hingga 20% massa bintang, gradien tekanan tak dapat mengimbangi berat bagian luar bintang. Pusat helium tidak lagi mengerut dengan perlahan tetapi runtuh dengan cepat. Massa kritis pusat helium agar hal ini terjadi disebut batas Schonberg Chandrasekhar. Saat itu struktur bintang berubah secara hebat. Bagian luar bintang akan memuai dengan cepat. Bintang berevolusi menjadi bintang raksasa merah.  
  Matahari atau bintang memancarkan cahaya ke segala penjuru, yang berarti memancarkan radiasi elektromagnetik. Jika setiap saat memancarkan cahaya. Kalau matahari tiap detik memancarkan tenaga 400. 000. 000.000. 000. 000. 000. 000. 000. 000. 000. 000. erg ( satu erg sama dengan 1/10.000.000 wat), maka matahari berkekutan 40.000.000.000.000.000.000.000.000 wat. Dari mana matahari mendapatkan tenaga yang sangat besar, tidak lain dan tidak bukan dari badannya sendiri.  Hal ini sesuai dengan rumus E = mc2 dimama
 
  E =  tenaga atau energy
  m = maassa
  c = kecepatan cahaya
  Dalam badan matahari terdapat fusi hydrogen dan kemudian menjadi helium. Akibat penyatuan dari  hydrogen ini maka timbullah tenaga. Matahari menhabiskan hydrogen sebanyak 657 juta ton untuk mengubah menjadi 652 juta ton helium per detik. Jika tiap detik terjadi perubahan helium 4,5 juta ton dari tenaga itu berupa fo on atau cahaya yang memancar dari seluruh permukaan matahari, itu beratri tarti tiap detiknya matahari memancarkan cahaya sama dengan 4x10 12 x 9x 10 21 erg atau 36x 10 31 atau 3,6 x 10 25 watt. Kalau dihitung dari fusi 657 juta ton hydrogen iti berartimemberikan tenaga sebanyak  6,57 x 10 13 x 6,4 x 10 18= 4,2 x 10 25 watt, merupakan tenaga yang dihasilkan matahari tiap detik.
 
     Lahirnya  Sebuah Bintang
 
  Ruang di antara bintang-bintang tidak kosong. Disitu terdapat materi berupa gas dan debu yang disebut materi antar bintang. Di beberapa tempat materi antar bintang dapat dilihat sebagai awan antar bintang yang tampak terang bila disinari oleh bintang-bintang panas di sekitarnya, atau bisa juga tampak gelap bila awan itu menghalangi cahaya bintang atau awan di belakangnya. Kerapatan awan antar bintang sangat kecil, jauh lebih kecil daripada udara di sekeliling kita. Walaupun demikian suatu awan antar bintang mempunyai volume yang sangat besar, sehingga materi di situ cukup banyak untuk membentuk ribuan bintang. Dan memang materi antar bintang merupakan bahan mentah pembentukan bintang awan antar bintang disebut nebula contohnya Nebula Orion dan Nebula Cakar Kucing.  
  Cat’s paw nebula atau nebula cakar kucing, NGC 6334 merupakan tempat yang sangat besar dimana bayi-bayi bintang berada. Area kelahiran ratusan bintang masif. Dalam citra yang sangat indah yang dipotret Visible and Infrared Survey Telescope for Astronomy (VISTA) milik ESO di observatorium Paranal di Chile, awan debu dan gas yang bersinar yang selama ini menutup pandangan ditembusi sinar inframerah sehingga sebagian bintang muda yang ada di balik cadar debu dan gas itupun tampak.  
  Gbr 1. Lahirnya sebuah bintang
 
  Mengarah pada jantung Bima Sakti atau pada jarak 5500 tahun cahaya dari Bumi di rasi Scorpius, nebula cakar kucing merentang sepanjang 50 tahun cahaya. Pada cahaya tampak, gas dan debu diterangi oleh bintang muda nan panas sehingga tercipta bentuk kemerah-merahan yang aneh sehingga obyek ini tampak seperti cakar kucing. Citra yang baru dipotret  Wide Field Imager (WFI) milik ESO di observatorium La Silla memberikan gambaran mendetil dari cahaya tampak tersebut. Dan yang terlihat adalah NGC 6334 sebagai area berisi bayi bintang masif yang paling aktif di galaksi Bima Sakti.
  Gas-gas antar bintang ini terbentang dalam ruang sebesar beberapa parsec dan massanya bisa ribuan kali massa matahari. Karena gas-gas ini kerapatannya tinggi dan bermassa besar, gravitasi mendominasi dinamika internal awan-awan gas sehingga awan dapat runtuh ke arah pusat dan memulai proses pembentukan bintang. Gaya gravitasi memegang peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang.  
  Kenyataannya, ada gaya lain selain gravitasi yang juga mempengaruhi kelahiran bintang. Setidaknya itulah yang jadi hasil penelitian terbaru dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics. Penelitian ini menunjukkan keberadaan medan magnet kosmik memainkan peran yang lebih penting dalam pembentukan bintang. Dalam pembentukan bintang, gravitasi menyokong prosesnya dengan menarik seluruh materi menjadi satu, untuk itu harus ada gaya tambahan yang menghalangi proses tersebut. Medan magnetik dan turbulensi menjadi dua kandidat utama. Medan magetik ini diproduksi oleh muatan listrik yang bergerak. Bintang dan sebagian besar planet (termasuk Bumi), menunjukkan keberadaan medan magnet tersebut. Saluran medan magnet dalam pembentukan bintang akan mengalirkan gas dan membuatnya jadi lebih sulit untuk menarik gas dari semua arah, sementara turbulensi mengendalikan gas dan menyebabkan tekanan kearah luar yang menentang gravitasi. Hua-bai Lo dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics menyatakan kalau debat mengenai medan magnet versus turbulensi ini sudah cukup lama terjadi. Namun bukti akan keberadaannya baru ditemukan oleh mereka lewat pengamatan.
  Pengamatan tersebut menunjukan inti awan molekul yang berada dekat satu sama lain, terhubung bukan hanya oleh gravitasi namun juga oleh medan magnetik. Dengan demikian pemodelan yang dilakukan untuk pembentukan bintang harus menyertakan medan magnetik yang kuat.
  Kombinasi antara turbulensi dalam awan dan energi magnetik dalam awan menghambat proses keruntuhan ini dengan cukup efektif, namun di titik-titik paling rapat dalam awan gas tersebut dapat terjadi pelemahan medan magnetik dan jabang bayi bintang (protobintang) dapat terbentuk. Oleh suatu peristiwa hebat, misalkan ledakan bintang atau pelontaran massa oleh bintang, di suatu tempat sekelompok materi antar bintang menjadi lebih mampat dari pada di sekitarnya. Bagian luar awan ini akan tertarik oleh gaya gravitasi materi di bagian dalam. Akibatnya awan ini mengerut dan menjadi makin mampat. Peristiwa seperti ini kita sebut sebagai kondensasi.
  Agar terjadi kondensasi, massa yang diperlukan tidak usah terlalu besar., beberapa ratus massa matahari sudah cukup. Jadi, di dalam awan yang bermassa beberapa ratus massa matahari ini akan terjadi kondensasi yang lebih kecil. Pada setiap kondensasi kerapatan awan dalam gas bertambah besar. Riwayat gumpalan awan induk akan terulang lagi di dalam kelompok awan yang lebih kecil itu. Di situ akan terjadi kondensasi yang lebih kecil lagi. Demikian seterusnya. Peristiwa ini disebut fragmentasi. Awan yang tadinya satu terpecah menjadi ratusan bahkan ribuan awan dan setiap awan mengalami pengeruatan gravitasi. Pada akhirnya suhu menjadi cukup tinggi sehingga awan-awan itu akan memijar dan menjadi ‘embrio’ atau ‘jabang bayi suatu bintang dan disebut protobintang.  
  Pada saat itu materi awan yang tadinya tembus pancaran menjadi kedap terhadap aliran pancaran. Energi yang dihasilkan pengerutan yang tadinya dengan bebas dipancarkan keluar sekarang terhambat. Akibatnya tekanan dan temperatur bertambah besar sehingga proses pengerutan menjadi lambat dan proses fragmentasi akan terhenti.  
  Namun jabang bayi bintang-bintang ini diamati tidak terbentuk sendirian, namun terbentuk bersama-sama jabang-jabang bintang lainnya. Jadi sebuah awan gas raksasa ini dapat membentuk banyak jabang-jabang bintang yang akhirnya saling terikat secara gravitasional membentuk gugus bintang. Bila gugus bintang sudah terbentuk, angin bintang yang mereka hembuskan akan meniup sisa-sisa gas antar bintang yang masih ada. Gugus Pleiades adalah salah satu gugus bintang-bintang muda yang masih menyisakan awan antar bintang yang membentuk gugus tersebut.  
  Bintang muda yang panas memancarkan energi dan mengionisasikan gas di sekitar bintang. Akibatnya bintang dilingkungi oleh daerah yang mengandung ion hydrogen (disebut daerah HII) yang mengembang dengan cepat. Pemuaian selubung ion hidrogen ini dapat berlangsung secara supersonik (lebih cepat dari kecepatan rambat gelombang bunyi di situ) hingga menimbulkan gelombang kejut. Gas dingin di sekitarnya akan mengalami pemampatan hingga terbentuk kondensasi dan  
  Gbr 2. Proses pembentukan bintang
 
  terbentuklah bintang baru. Bintang baru ini akhirnya juga akan dilingkungi oleh daerah HII yang mengembang cepat. Bintang lebih baru akan terbentuk lagi sebagai akibat dorongan gas yang memuai ini. Begitu seterusnya, pembentukan bintang berlangsung secara berantai. Hal ini sesuai dengan pengamatan Blaaw. Di beberapa daerah asosiasi OB terlihat adanya sederetan subkelompok bintang muda. Subkelompok yang bintang-bintangnya paling tua tersebar berada di salah satu ujung deretan, sedang subkelompok yang paling muda berada di ujung lainnya. Jadi proses pembentukan bintang merupakan reaksi berantai. Pembentukan bintang di suatu tempat akan memacu pembentukan bintang di tempat lain.  
  Proses yang terbentuk pada  kelahiran bintang tidak banyak berbeda pada proses pembentukan matahari, karana matahari sebenarnya adalah sebuah bintang.  Ruang antara bintang sebenarnya tidak kosong sama sekali melinkan terisi oleh awn gas dan debu meskipun kerapatnya kecil sekali. Runag antara bintang jauh lebih hampa daripasa ruang hampa terbalik yang biasa dibuat dilaburatorium karena dalam ruang antar bintang berukuran 1juta meter kubik bisa hanya berisi satu partikel. Meskipun demikian kerapatan sekecil itu tidak memustahilkan ternentuknya sebuah bintang karena kerapatan awan antara bintang tidak lah merata ada yang renggang dan ada yang mampat. Bintang-bintang biasanya terbentuk di daerah yang mampat.  
  Awan yang ada diruang antar bintang saling terik menarik sesamanya dan terikat secara grafitasi sehingga awan-awan gas (calon bintang atau proti bintang) mengerut oleh gaya grafitasi. Biasanya pengerutan awan antar bintang dipicu oleh gelombang kejut akibat ledakan antar bintang (nova atau supernova) disekitar awan gas. Adanay pengerutan menyebabkan tumpukan antar partikel semakin besar sehingga timbullah panas. Panas yang muncul semakin tinggi sampai suatu titik ketika  dipusat bintang terjadi suatu reaksi fusi termonuklir (penggabungan unsur2 ringan menjadi unsure unsure yang lebih berat dengan melepas energi). Reaksi fusi termonuklir ini yang mengakibatkan bintang bisa bersinar dan memancarkan radiasi. Reaksi fusi jug amenyebabkan bintang menjadi stabil dna tidak mengerut lebih jauh karena gaya grafitasi yang cenderung mengerutkan bintang diimbangi oleh radiasi dri dalam bintang. Grafitasi mementukan apakah akan terbentuk suatu bintang atau tidak. Bila masanya kecil, grafitasi yang ada tidak cukup besar untuk memanaskan inti binatnga sehinggareaksi termonuklit tidak terjadi.  
  Bintang dikatakan baru lahir saat terjadi reaksi termonuklit di pusatnya dan bintang langsung masuk kederet utama diagram Herzaprung-Russell. Tahap yang berlangsung antara tahap dimulai pemanansan di inti bintang yang mambangkitkan reaksi termonuklir dan saat bitang masuk deret utama dinamakan tahap praderet utama.  
 
     Evolusi  Deret Utama
 
  Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam reaksi fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut sebagai bintang katai putih
  
Jejak evolusi pra deret utama
  Secara teori kita dapat mengikuti jejak evolusi bintang pada diagram HR. Jadi bila berdasarkan pengamatan dapat kita ketahui letak suatu bintang dalam diagram HR, kita dapat memperoleh informasi, pada tahap apa bintang tersebut. Suatu proto bintang yang telah mengakhiri proses fragmentasinya akan terus mengerut akibat gravitasinya. Pada awalnya temperatur dan luminositasbintang masih rendah, dalam diagram HR letaknya di kanan bawah (titik A). Hayashi menunjukan bahwa bintang dengan temperatur efektif terlalu rendah tidak mungkin berada dalam keseimbangan hidrostatik. Dalam diagram HR daerah ini disebut ‘daerah terlarang Hayashi’ (daerah yang di arsir). Protobintang barada di daerah itu. Pada mulanya kerapatan materi protobintang seragam, tetapi kemudian materi makin rapat ke arah pusat. Materi protobintang sebagian besar adalah hidrogen. Pada temperatur yang rendah hidrogen kebanyakan berupa molekul H2. Dengan meningkatnya temperatur tumbukan antar molekul menjadi makin sering dan makin hebat. Pada temperatur sekitar 1500 K terjadi penguraian (disosiasi) molekul hidrogen menjadi atom hidrogen. Untuk menyediakan energi cukup besar bagi berlangsungnya disosiasi itu protobintang mengerut lebih cepat. Pada temperatur yang makin tinggi akan terjadi proses ionisasi pada atom hidrogen dan helium. Proses ini pun menyerap energi sehingga pengerutan yang cepat berlangsung terus. Pengerutan dengan laju besar ini berakhir bila semua hidrogen dan helium di dalam telah terionisasi semua.
  Evolusi protobintang ditandai dengan keruntuhan cepat (hampir seperti jatuh bebas). Pada akhirnya protobintang menyeberang daerah terlarang Hayashi (titik B). Kita sebut protobintang itu dengan bintang pra deret utama. Luminositas bintang sangat tinggi karena maeri masih renggang sehingga energi bebas terpancar keluar. Bintang akan mengerut dengan laju yang lebih lambat menyusuri pinggir luar daerah terlarang Hayashi. Jejak evolusinya hampir vertikal (Te hampir tak berubah), jejak ini dikenal sebagai jejak Hayashi. Karena temperatur efektifnya yang rendah, hampir seluruh bintang berada dalam keadaan konveksi. Bintang mengerut dengan jejarinya mempunyai harga terbesar yang dibolehkan oleh keseimbangan hidrostatik.
  Karena kekedapan (atau koefisien absorpsi R), menurun dengan naiknya temperatur (hukum Kramers) gradien temperatur di pusat bintang juga menurun hingga berlakulah keadaan setimbang pancaran di pusat bintang. Terbentuklah pusat yang energinya diangkut secara pancaran di dalam bir tang (disebut pusat pancaran). Dengan makin besarnya pusat pancaran, yang kekedapannya kecil, maka bintang pun makin berkurang kekedapannya. Lebih banyak energi yang mrengalir secara pancaran. Hal ini ditandai dengan naiknya luminositas (titik C). Karena bintang tetap mengerut selama luminositasnya meningkat, permukaannuya menjadi lebih panas, bintang bergerak ke atas dan ke kiri dalam diagram HR. Laju evolusi pada tahap ini jauh lebih lambat daripada sebelumnya. Pada akhirnya temperatur di pusat bintang cukup tinggi untuk berlangsungnya pembakaran hidrogen. Pada saat itu tekanan di dalam bintang menjadi besar dan pengerutan pun berhenti. Bintang menjadi bintang deret utama (titik D). Tahap evolusi sebelum mencapai deret utama itu kita sebut tahap praderet utama.
  Waktu yang diperlukan sebuah bintang berevolusi dari awan antar bintang menjadi bintang deret utama bergantung pada massa bintang itu. Makain besar massa suatu bintang, makin singkat waktu yang diperlukan untuk mencapai deret utama bagi bintang dengan berbagai massa.
  Kemungkinan kita mengamati suatu bintang pada suatu tahap evolusi bergantung pada lamanya tahap evolusi tersebut. Karena tahap evoluisi pra deret utama bintang yang bermassa besar berlangsung sangat singkat, kemungkinannya lebih besar bagi kita mengamati tahap pra deret utama bintang dengan massa yang kecil.  
  Bila massa bintang terlalu kecil, suhu di pusat bintang tak pernah cukup tinggi untuk berlangsung reaksi pembakaran hidrogen. Batas massa untuk ini bergantung pada kompisis kimia , umumnya sekitar 0,1 . Bintang dengan massa lebih kcil dari batasmassa ini akan mengerut dan luminositasnya m,enurun. Bintang akhirnya mendingin manjadi bintang katai gelap tanpa mengalami reaksi inti yang berrti.  
 
 
  Evolusi di deret utama.
  Energi yang dipancarkan bintang pada tahap pra deret utama dari pengerutan gravitasi. Temperatur di pusat bintang manjadi makin tinggi sebagai akibat pengerutan gravitasi. Pada temperatur sekitar 10 juta derajat, inti hiddrogen mulai bereaksi membentuk helium. Energi yang dibangkitkan oleh reaksi intimenyebabkan tekanan di dalam bintang menahan pengerutan bintang dan bintang menjadi mantap. Pada saat itu bintang mancapai deret utama berumur nol. Komposisi kimia bintang pada saat itu homogen (samadgn pusat hingga ke permukaan) dan masih mencerminkan komposisi awan antar bintang yang membentuknya. Energi yang dipancarkan bintang terutama berasal dari reaksi inti yang berlangsung di pusat bintang. Deret utama merupakan kedudukan bintang dengan reaksi inti dipusatnyayg komposisinya kimianya masih homogen. Ditemuinya bintang raksasa merah yang letaknya dalam diagram HR jauh dari deret utama menunjukan komposisi kimia bintang tersebut tidak lagi homogen.
  Dengan perlahan terjadi perubahan komposisi kimia di pusat bintang. Hal ini berakibat perubahan struktur bintang dengan perlahan. Bintang menjadi lebih terang, jejari bertambah besar dan temperaturnya efektifnya berkurang, namun belum bergeser terlalu jauh dari deret utama. Andaikan 10 persen hidrogen di pusat sudah habispun bintang tidak akan lebih dari dua kali terangnya, begitu juga temperatur efektifnya tidak akan turun lebih dari sepersepuluh kalinya. Tahap evolusi disebut tahap deret utama yang bermula  dari deret utama berumur nol.
  Struktur dalam bintang pada tahap deret utama tergantung pada masa bintang.   Begitu pula masa evolusi lanjut bintang dimulai dan ditentukan oleh masa awan pembentuk bintang dan masa bintang. Makin besar masanya maka enolusinya semakin cepat untuk meninggalkan deret utama.
  gbr 3. Struktur bintang pada deret utama
     Tahap  Evolusi Lanjut
    Suatu  bintang yang telah menggunakan bahan bakar hidrogennya akan  bergantung pada massa bintang itu sendiri. Bila pembakaran hidrogen  terhenti maka pengerutan gravitasi berlangsung lagi yang menyebabkan  suhu bintang meningkat lagi. Hal ini memungkinkan terjadinya reaksi  fusi helium dan unsur-unsur yang lebih berat lainnya. Bintang yang  telah memasuki usia tua akan segera menghabiskan energi fusi yang  tersedia dan bintang kehabisan energi dan akan mati. Proses ini bisa  terjadi dengan membuang sisa-sisa energinya secara perlahan-lahan  dan berangsur menjadi bintang katai  putih,  atau bisa juga mengerut menjadi bintang dengan kerapatan yang amat  besar, menjadi bintang neutron  ataukah black  hole. Penghabisan  sisa energi ini bisa juga dengan cara menghamburkan seluruh sisa  energi dan seluruh materinya dalam suatu ledakan yang maha dahsyat  yang disebut nova  atau  supernova.
    Dalam  awal lahirnya alam semesta ini, materi yang mula-mula dihasilkan  terdiri dari hidrogen 75% dan helium 25%. Sedang unsur-unsur kimia  lainnya terbentuk dalam bintang itu sendiri melalui reaksi nuklir  yang terjadi pada bagian dalam bintang itu sendiri. Suhu pembakaran  untuk memungkinkan terjadinya reaksi ini adalah sekitar 107  K. Ketika hidrogen berubah menjadi helium dan mencapai batas  Schonberg,  tekanan radiasi tidak mampu lagi menahan tarikan gravitasi sehingga  terjadi lagi pengerutan gravitasi. Pada suhu yang setinggi ini  energi kinetik termal sudah cukup mengatasi penolakan Coulomb  dari inti helium sehingga kini memungkinkan berlangsungnya reaksi  fusi helium. Dalam proses ini tiga inti helium diubah menjadi inti  karbon 12C  melalui dua langkah sebagai berikut:
      4He + 4He     8Be
      8Be + 4He     12C
    Reaksi  diatas ini dinamakan pula reaksi  triple alpha.  Energi yang dihasilkan dengan proses ini adalah 7,3 MeV atau sekitar  0,6 MeV per nukleon. Harga ini jauh lebih kecil dari pada proses  pembakaran Hidrogen yang menghasilkan energi 6,7 MeV per nukleon.
    
    Gbr  5. Evolusi bintang di deret utama menuju tingkat raksasa merah
    
 
     Menuju  Raksasa Merah
    Bila  sutau bintang telah mulai menghabiskan bahan bakar hidrogennya  sehingga bintang itu sendiri kebanyakan helium, maka fusi hidrogen  tidak bisa terjadi lagi. Akibatnya tekanan radiasi tidak lagi mampu  menahan keruntuhan  gravitasi. Oleh karena itu pusat helium mulai  runtuh sehingga terjadi lagi perubahan energi potensial gravitasi  menjadi energi kinetik termal sehingga pusat bintang bertambah  panas. Kerapatan pusat bintang meningkat dari 100 gr/cm3  menjadi sekitar 105  gr/cm3  dan suhu naik menjadi 108K.  Pada tingkat suhu ini mulai terjadi fusi helium menjadi unsur-unsur  ruang lebih berat seperti karbon, oksigen, dan neon. Proses ini  dinamakan pula dengan proses pembakaran  helium.  Menurut hukum Stfaan-Boltzmann
        W  =   T4
    Karena  energi per satuan luas W berkurang maka suhunya T juga berkurang.  Dengan demikian kini permukaan bintang suhunya menjadi semakin  rendah sehingga cahayanya menjadi semakin merah. Jadi pada tahapan  ini bintang menjadi bintang yang sangat besar dan dengan cahaya yang  kemerahan sehingga disebut raksasa  merah.  Matahari juga dalam evolusinya nanti juga akan mencapai tahap  raksasa merah dan pada saat itu jejari matahari akan sampai ke orbit  Venus.
    Bintang  dalam tahap raksasa merah akan terus membakar helium dan mungkin  juga unsur-unsur yang lebih berat sampai siklus fusi ini berakhir  dengan pembentukan inti besi 56Fe.  Oleh karenanya pusat bintang kerapatannya menjadi semakin besar,  sementara itu materi sekitarnya makin kehabisan hidrogen dan  mengerut mengumpul di pusat bintang. Hal ini menyebabkan pusat  bintang makin kecil dan makin panas sampai suhunya cukup tinggi  untuk memenuhi terjadinya reaksi triple alpha.
    Matahari  kita dalam 5 hingga 8 milyar tahun lagi akan juga mencapai tingkat  raksasa merah dan jejarinya mencapai orbit Venus. Pada keadaan ini  permukaan matahari sudah sangat dekan dengan bumi sehingga ini akan  menyebabkan suhu di bumi menjadi sangat tinggi dan sudah tentu  keadaan ini akan menghancurkan seluruh kehidupan di bumi ini, suatu  akhir dari kehidupan di bumi, ataukah ini yang dinamakan dunia  kiamat?
    
    Menjadi  Bintang Katai Putih (white dwarf)
    Cepat  atau lambat bintang akan kehabisan energi nuklirnya. Kemudian  bintang mengerut dan melepaskan energi potensialnya. Akhirnya  bintang yang mengerut ini mencapai kerapatan yang luar biasa  besarnya, dan menjadi bintang yang kecil dan mampat dengan kerapatan  massa mencapai 103  kg/cm3  dan suhu permukaanya mencapai 104K.  Bintang yang seperti ini dinamakan Katai  Putih atau White Dwarf.
    Dalam  keadaan yang mampat ini, atom-atom sangat rapat satu dengan yang  lainnya sehingga fungsi elektronnya mulai tumpang tindih. Oleh  karena itu terjadilah degenerasi energi elektron. Energi degenerasi  ini menghasilkan gaya tolakan yang cenderung melawan tumpang tindih  elektron itu.
    Bintang  katai putih merupakan keadaan materi yang sangat luar biasa,  kerapatannya sekitar 106  gr/cm3,   dan kerapatan pusatnya mungkin mendekati 108  gr/cm3.  Ini berarti 1 cm3  zat seperti itu di bumi beratnya 100 ton. Jadi bintang katai  putih mencapai  kesetimbangan hidrostatik yang menyebabkan bintang ini stabil  dihasilkan oleh tekanan degenerasi elektron. Ini berarti kestabilan  ini tidak bergantung pada suhu tetapi hanya bergantung pada  kerapatannya. Oleh karena itu ukuran katai  putih  itu bergantung pada massanya, makin besr massanya makin kecil  ukurannya. Sebuah katai putih yang massanya satu kali massa matahari  maka jejarinya sekitar satu persen dari jejari matahari, atau  sekitar sama dengan jejari bumi. Makin lebih besar massanya dar  massa matahari maka jejarinya makin lebih kecil dari satu persen  jejari matahari, dan akhirnya mencapai massa sekitar 1,4  massa matahari  yang merupakan batas massa katai putih dalam kesetimbangan.  Perhitungan ini ditemukan oleh S. Chandrasekhar, maka massa batas  1,4 M  ini  dinamakan limit  Chandrasekhar.
    Jadi  untuk bintang yang berevolusi ke tingkat katai putih, massa aslinya  haruslah lebih dari 1,4 M  karena  selama evolusinya dia kehilangan bahan bakar nuklirnya dan  melepaskan sebagian materinya ke ruang angkasa. Karena katai putih  terus memancarkan energinya maka lama-kelamaan dia kehabisan sumber  energi nuklirnya. Sehingga makin lama katai putih berubah menjadi  katai merah, dan akhirnya berhenti bersinar dan menjadi bintang  dingin yang gelap dengan massa gas terdegenerasi. Pada tahap akhir  ini dikatakan bintang menjadi katai  hitam atau black dwarf.
    Gbr  4. Katai putih yang mengorbit Sirius
    
    Terjadinya  Nova dan Supernova
    Sering  terjadi suatu bintang dengan tiba-tiba memancarkan ledakan cahaya,  luminositasnya meningkat sampai terlihat dengan mata telanjang  seakan muncul suatu bintang baru. Kejadian ini dinamakan Nova.  Cahaya nova ini bisa tetap terang sampai beberapa hari atau beberapa  minggu, lalu kemudian perlahan memudar.
    Menurut  teori terbaru, nova terjadi dalam sistem bintang ganda yang  berdekatan dimana tingkat evolusi akhirnya dipengaruhi oleh  pasangannya. Bila kedua pasangan bintang ganda itu memiliki massa  yang berbeda, yang lebih besar akan berevolusi lebih cepat dan lebih  dahulu mencapai tingkat katai putih. Ketika anggota yang kedua   mengembang menjadi raksasa merah maka akan terjadi aliran materi,  berupa bahan kaya hidrogen, dari lapisan luar angkasa merah menuju  ke katai putih (untuk selama tahunan sampai ratusan tahun).  Penimbunan materi ini menyebabkan kenaikan suhunya sampai mendekati  bagian dalam katai putih yang terdegenerasi sehingga menimbulkan  ketidakstabilan, yang secara eksplosif menyulut pembakaran hidrogen  melalui daur CNO sehingga terjadi suatu ledakan energi dan hamburan  materi yang telah terakumulasi pada katai putih itu. Luminositasnya  meningkat dengan cepat sampai puluhan ribu kali lebih terang  sehingga sepertinya tampak di langit tercipta bintang  baru.  Oleh karena itu, diberi nama “novae”   yang artinya baru.
    Kebanyakan  nova tidak tampak oleh mata telanjang meskipun pada terang  maksimumnya yang dapat mencapai magnitudo mutlak -6 sampai -9 karena  jaraknya yang sangat jauh. Meskipun diperkirakan tiap tahunnya pada  galaksi kita terjadi beberapa puluh ledakan nova, tetapi kebanyakan  tidak tampak oleh mata telanjang. Contoh nova yang tampak oleh mata  telanjang antara lain nova herculis pada tahun 1934, dan nova pupis  pada tahun 1942.
    Tiga  supernova yang sangat terkenal yang teramati selama milenium kedua  dalam galaksi kita adalah:
 
     Supernova  tahun 1054 di rasi Taurus (seperti yang disebutkan dalam almanak  cina).
    Bintang  Tycho tahun 1572 di rasi Cassiopiea
    Supernova  tahun 1604 di rasi Serpen yang disebutkan oleh Kepler dan Gellileo.
 
     Supernova  yang paling terkenal adalah yang diamati oleh orang China tahun 1054  di rasi Taurus. Supernova  ini mungkin juga diamati oleh orang-orang  Indian di Amerika Barat Daya. Supernova ini tampak dengan mata  telanjang di siang hari sampai beberpa minggu dari 5 Juli 1054,  bahkan waktu malam tampak di langit sampai April 1056. Kabut  kepiting (Crab Nebula)  di rasi Taurus diperkirakan merupakan sisa dari ledakan supernova  1504. Kabut kepiting ini juga dikenal sebagai sumber gelombang  radio, radiasi infra merah, sinar-X dan sinar gamma yang kuat.  Bahkan tahun 1968 ditemukan bahwa kabut ini berisikan objek yang  aneh, suatu jenis bintang baru yang dinamakan “pulsars”,  singkatan dari “pulsating radio source”.
    Gbr.  Crab Nebula di rasi Taurus.
    
    Bintang  Neutron
    Mekanisme  keruntuhan bintang menjadi bintang neutron disebabkan karena  pengerutan inti oleh gaya gravitasi yang sangat besar yang  menyebabkan bintang mengerut dengan cepat menjadi bintang neutron  yang sangat mampat.
    Dalam  reaksi  peluruhan beta balik yaitu  penangkapan elektron oleh proton sebagai berikut
    e-  + p         n +      s       + Q
    Dalam  reaksi ini harga Q = 0,782 MeV. Harga ini tidak terlalu jauh dari  harga EF.  Reaksi ini mengakibatkan makin berkurangnya elektron pada bintang  tersebut dan ini mengurangi efek larangan pauli. Keadaan ini  memungkinkan bintang kembali mengalami pengerutan (dimana R  bergantung pada Ne5/3)  sehingga energi Fermi menjadi bertambah. Selanjutnya kondisi ini  mendorong lebih   
    banyak  lagi elektron yang energinya mencapai diatas harga Q = 0,782 MeV.  Keadaan ini selanjutnya menghasilkan lebih banyak lagi elektron yang  tertangkap. Demikian proses ini terus berkelanjutan sampai akhirnya  hampir semua elektron telah tertangkap habis dan kini bintang hanyak  terdiri dari neutron  saja.  Dalam keadaan seperti ini, tekanan degenerasi elektron tidak bisa  lagi melawan keruntuhan gravitasi sehingga bintang mengerut kembali  sampai prinsip larangan Pauli teraplikasikan pada neutron yang kali  ini menghasilkan tekanan  degenerasi neutron.  Tekanan degenerasi neutron inilah yang menahan pengerutan lebih  lanjut.
    Untuk  bintang yang massanya 1,5 M  maka didapat R = 11,0 km dan kerapatannya   = 4 X 1014  kg/m3.  Kerapatan ini kira-kira sama dengan kerapatan bagian dalam inti  atom. Dalam keadaan seperti ini, bintang itu seakan merupakan inti  raksasa dengan diamater sekitar 20 km, dan dengan nomor massa  sekitar 1057  yang terdiri atas neutron saja. Oleh karena itu bintang yang  demikian dinamakan “bintang  neutron”.
    
    Black   Hole atau Lubang Hitam
    Bila  massa bintang  3 kali massa matahari, maka gaya tarikan gravitasinya  begitu kuat dan bintang mengerut sehingga diameternya menjadi lebih  kecil lagi dan kerapatannya bertambah besar. Gaya yang begitu besar  ini mengatasi prinsip larangan Pauli, sehingga terjadi proses  keruntuhan gravitasi. Pada proses ini, bintang telah kehabisan bahan  bakar nuklirnya dan tidak lagi memancarkan radiasi, dan tekanan  materinya tidak mampu lagi menahan gaya tarikan gravitasinya.  Gravitasinya menjadi begitu kuat sehingga kecepatan lepas dari  bintang itu lebih besar dari pada laju cahaya.
        
    Jadi  tidak ada radiasi yang dapat lepas dari bintang tersebut, sehingga  kita bisa mengamatinya. Oleh karena itu objek atau bintang semacam  ini dinamakan “black  hole”  atau “lubang  hitam”  dan sering diberi sebutan dengan “bintang  hantu”.
    Untuk  bisa menjadi sebuah “lubang hitam” suatu bintang haruslah  mengalami suatu keruntuhan gravitasi, mengerut karena tarikan  gravitasinya sendiri sampai lebih kecil atau ada di dalam jejari  yang dinamakan “jejari  Schwazschild” (Rs).
       
    Dimana  Rs  = jejari Schwarzschild, G = konstantan gravitasi umum, c = laju  cahaya, dan M = massa bintang. Pada umumnya Rs  jauh  lebih kecil dari jejari nyata benda yang bersankutan, misalnya untuk  matahri Rs  = 2,95 km, sedangkan untuk bumi Rs  = 9 mm.
    Pada  tahun 1976, Laplace seorang ahli matematika prancis telah menyatakan  bahwa suatu benda yang memiliki medan gravitasi yang luar biasa  besarnya sehingga cahayapun tidak dapat lepas, tetapi dibelokkan  menuju ke bintang tersebut. Dia menulis
 
  Suatu bintang yang sangat terang, dengan kerapatan sama dengan bumi, dan diameternya dua ratus lima puluh kali lebih besar dari matahari, sebagai akibat dari gaya tarikannya, tidak mengijinkan setiap sinar sampai kepada kita; karenanya kemungkinan benda besar yang amat terang di alam semesta ini mungkin, karena sebab ini, menjadi tidak kelihatan.
  Bagaimana cahaya yang dipancarkan oleh bintang itu bisa terperangkap di dalam bintang itu sendiri sehingga tidak ada radiasi ke luar?
  Kita telah tahu ada bintang neutron yang kerapatannya amat besar serta gravitasi permukaannya sangat kuat. Misalnya suatu berkas cahaya dipancarkan dari permukaan bintang neutron. Cahaya yang tegak lurus permukaannya, merambat secara radial dari bintang tersebut. Tetapi cahaya yang membentuk sudut tertentu, misalnya 30o terhadap garis norma, maka karena pelenturan gravitasi cahaya akan meninggalkan bintang dengan sudut yang lebih besar dari 30o. Bila bintang mengerut menjadi lebih kecil lagi dan lebih rapat dari bintang neutron, maka gravitasi permukaanya bertambah dan pembelokan cahaya juga bertambah besar. Akhirnya bintang mencapai ukuran dimana berkas cahaya horizontal memasuki orbit lingkaran. Permukaan pada jejari demikian itu dinamakan bola foton atau foton sphere.
  Bila bintang mengerut menjadi lebih kecil dari bola foton ini, maka untuk bisa lepas dari bintang, cahaya harus memancar dalam suatu kerucut tegak lurus permukaan dengan sudut  dan cahaya yang memancar dengan sudut yang lebih besar dari sudut ini akan jatuh kembali ke bintang. Bila bintang mengalami keruntuhan maka sudut  menjadi makin kecil. Bila jejari bintang sampai dua per tiga dari bola foton, maka  akan menjadi nol dan tidak ada lagi cahaya yang dapat lepas sama sekali. Pada titik ini kecepatan lepas ve dari bintang sama dengan laju cahaya c.
  
  
  Bila bintang lebih mengerut lagi, maka cahaya dan apa saja yang lainnya akan terperangkap di dalam, tidak bisa lepas melalui permukaan itu. Permukaan dimana kecepatan lepas sama dengan laju cahaya dinamakan cakrawala kejadian atau event horizon dan jejarinya dinamakan jejari Scwarzschild. Permukaan inilah yang merupakan tapal batas dari “lubang hitam”. Semua yang ada di dalam Rs ini, bahkan bintang yang paling terang sekalipun akan lenyap dari pandangan alam lainnya.
  
  Gbr 6. Black hole
     
 
 
  Permasalahan dan Solusi
 
     Permasalahan
 
     Black  hole atau lubang hitam merupakan salah satu bagian dari tahap  evolusi bintang. Black hole ini menjadi masalah dalam evolusi  bintang karena pada kenyataannya lubang hitam ini sulit untuk  dideteksi.
 
     Solusi    
 
     Langkah  yang paling baik untuk meneliti “lubang hitam” ini adalah pada  sistem bintang ganda yang salah satu  pasangannya adalah “lubang  hitam” dan anggota yang lainnya bisa dilihat. Bintang  yang tampak  itu dapat diidentifikasi sebagai bagian dari suatu bintang ganda  karena adanya suatau pergeseran Doppler yang periodik pada spektrum  cahayanya. Ini menunjukkan gerak mengorbit bintang ini mengelilingi  pusat massa. Massa anggotanya yang terlihat dapat dihitung dari  jenis spektrumnya, sedangkan fungsi massa dapat ditentukan dari  periode dan laju orbitnya, sehingga dengan demikian dapat ditentukan  massa dari anggota yang tak terlihat (M). Bila harga M ini melampaui  3 M®  (suatu massa kritis untuk keruntuhan gravitasi), benda yang tak  terlihat itu mungkin “lubang hitam”. Cara lain untuk menemukan  adanya lubang hitam adalah dengan melacak “gelombang gravitasi”  yang dihasilkan oleh perubahan medan gravitasi yang sangat cepat  yang berkait dengan pembentukan “lubang hitam”. Dewasa ini telah  tersedia alat yang sangat peka untuk melacak adanya gelombang  gravitasi tersebut.
Daftar Pustaka
 Admiranto, A. Gunawan. 2000. Tata Surya dan Alam Semesta. Yogyakarta: Kanisius.
  Ritonga, A. Rahman. 1980. Rahasia Alam Semesta. Jakarta: Monora.
  Suwitra, Nyoman. 2001. Astronomi Dasar. Singaraja: penerbit IKIP Negeri Singaraja
  Winardi, S. 1984. Astofisika. Bandung: Penerbit ITB Bandung